KALTENGBICARA.COM, OPINI – JAKARTA. Dari luar kota Jakarta, Penulis menyampaikan Dukacita mendalam atas wafatnya Senior Mas Rahmat Waluyanto. Saya mengetahui berita “Kepergian” Mas Rahmat Waluyanto ketika saya sedang dan masih di luar kota melaksanakan dan menyelesaikan sejumlah tugas, pekerjaan, dan kegiatan. Sungguh amat sedih, pedih, dan berduka atas “Keberangkatan dan Kembalinya Mas Rahmat Waluyanto ke Rumah Bapa”. Semoga Tuhan melindungi dan memberkati Mbak Wina dan Keluarga yang ditinggalkan. Kiranya Tuhan memberikan penghiburan, penguatan, dan pengharapan kepada Keluarga.
Ketika dan beberapa waktu setelah Penulis mengikuti kegiatan Mapper GMKI dahulu di Cabang Yogyakarta (Yogya), ada beberapa Senior yang menyampaikan dan memberitahu kepada Penulis dan mungkin juga kepada sebagian kawan-kawan lain, perihal “figur kepribadian” Mas Rahmat Waluyanto dan beberapa Senior lainnya lagi. Rekam jejak dan jejak langkah positif dan produktif akan perjalanan, pergerakan, pelayanan figur Seniors tersebut yang merupakan “Alumni Candradimuka Wisma Immanuel – Samirono Baru Yogyakarta”.
Narasinya adalah mengenai kelanjutan dan kemajuan Pelayanan beberapa Senior Yogya tersebut yang dipandang dan dianggap relatif “berhasil dan berprestasi”. Sebelum dan apalagi setelah berangkat keluar dari Kota Perjuangan, Pergerakan, Pendidikan, Kebudayaan, Kerakyatan, Kebangsaan, Kepariwisataan : “Daerah Istimewa Yogyakarta”. Ada sebuah dan serangkaian berita “keberhasilan dan keunggulan” yang pantas dan patut dicontoh karena teladan dan panutan. Salah seorang di antara teladan dan panutan tersebut adalah Mas Rahmat Waluyanto.
Tersebutlah beberapa nama Senior tersebut secara “lisan dan tulisan” berdasarkan keterangan dari beberapa Senior yang menyampaikan dan memberitahu ke Penulis. Seniors yang “berhasil dan berprestasi” tersebut bernama Mas Sarwanto (kini Alm.), Mas Rahmat Waluyanto (Rahmat), Bang Parluhutan Hutahaehan (Luhut). Ketiga Senior tersebut relatif dipandang dan dinilai telah berhasil dan sudah berprestasi di bidang “studi pendidikan ; profesi pekerjaan ; pelayanan pengkaderan (kepemimpinan) gerakan”.
Usia studi pendidikan perkuliahan dan proses kaderisasi, keanggotaan, dan kepemimpinan ketiga Senior tersebut amat berdekatan atau relatif sama, meski tidak persis sama angkatan. Ketiganya dan juga Seniors lainnya saat dan setelah itu, pada dasarnya dan rata-rata merupakan “adik junior, adik asuh, adik didik” sebagai kader dari Mas Sukowaluyo Mintorahardjo (lulusan Fakultas Kedokteran UGM dan pernah menjadi Ketua Bidang PP GMKI dan Ketua Umum DPP GAMKI, kini Alm.) ; dan Bung Frans Allorerung (lulusan Fakultas Tehnik UGM dan pernah menjadi Sekretaris Jenderal PP GMKI dan Ketua Umum PP GMKI). Ketiganya sebagai kader, khususnya dalam konteks organisasi pergerakan, pelayanan, dan pengkaderan GMKI.
Mas Sarwanto (lulus studi pendidikan S1 Ekonomi UGM ; berprofesi pekerjaan di Bank Indonesia/BI hingga menjadi pejabat struktural di BI ; kepemimpinan pelayanan di lingkungan GMKI terakhir sebagai Ketua GMKI Cabang Yogya, dan lain-lain). Bang Parluhutan Hutahaehan (studi pendidikan S1 Ekonomi UGM, S2 di Amerika Serikat/AS ; berprofesi pekerjaan di Kemenkeu RI hingga menjadi pejabat struktural di Kemenkeu RI ; kepemimpinan pelayanan di lingkungan GMKI sebagai Kabid GMKI Cabang Yogya, Sekfung PP GMKI, Kabid PP GMKI.
Mas Rahmat Waluyanto (lulus studi pendidikan S1 Ekonomi UGM, S2 di Amerika Serikat/AS, S2 dan S3 di Inggris ; berprofesi pekerjaan di Kementerian Keuangan/Kemenkeu RI hingga menjadi pejabat struktural Eselon 1/Dirjen di Kemenkeu RI, dan di institusi Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia (OJK-RI) sebagai Wakil Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK-RI, serta di BUMN dan Swasta sebagai Komisaris ; kepemimpinan pelayanan di lingkungan GMKI sebagai Sekretaris GMKI Cabang Yogya, Sekretaris Fungsi Bidang Pengurus Pusat/Sekfung PP GMKI, Ketua Bidang/Kabid PP GMKI, dan Ketua BKS PGI-GMKI, Ketua Dewan Penasehat PNPS GMKI, dll).
Saat itu, perspektif yang terbangun mengenai tipologi ketiga figur Senior tersebut adalah : menjadi “simbol” keberhasilan dan merupakan “wajah” kemajuan kader gerakan dan sekaligus merefleksikan kualitas ekosistem pendidikan kader (pengkaderan). Lagi pula merupakan sebuah proses dan hasil kaderisasi yang menggabungkan berbagai dimensi bidang terkait secara utuh dan komprehensif. Saling melengkapi, menguati, dan memaknai. Demikian menurut penuturan sebagian Senior tersebut kepada saya mengenai “Sinar Terang” Senior Mas Sarwanto, Mas Rahmat, dan Bang Luhut.
Perspektif tersebut menunjukkan dan menegaskan keberhasilan dan kemajuan di beberapa bidang misi Tugas Panggilan Pelayanan. Misalnya tumbuhnya dan terbangunnya “Tri Panji Gerakan” dan “Tiga Medan Pelayanan”. Terminologi dan doktrin tersebut terwujudkan dan terjabarkan dalam konteks pemahaman bahwa ketiganya “berhasil dan berprestasi” di bidang studi pendidikan (“Iman” dan Gereja ; Ilmu dan Perguruan Tinggi ; Pengabdian dan Masyarakat). Ketiga figur Senior tersebut telah dan senantiasa meletakkan dan menumbuhkan ketiga perihal tersebut dalam sebuah dan serangkaian ekosistem dan atmosfir yang hidup, tumbuh, berkembang secara dinamis dan dialektis.
Ketiganya adalah sama-sama merupakan mahasiswa dan aktifis yang memulai studi pendidikan kuliah – pertengahan tahun 1070-an di Yogya. Ketiganya sama-sama studi kuliah di Fakultas Ekonomi (kini Fakultas Ekonomi dan Bisnis) UGM dan melanjutkan studi kuliah sampai tingkat doktoral. Ketiganya sama-sama aktif menjadi Anggota, Pengurus, dan Pimpinan GMKI dari tingkat Komisariat, Cabang, dan Nasional (Pusat) sebagai bagian dari pelayanan dan kaderisasi kepemimpinan. Ketiganya sama-sama terpilih menjadi Sekfung PP GMKI dan Kabid PP GMKI kecuali Mas Sarwanto. Ketiganya sama-sama berprofesi bekerja dan bertugas di komunitas dan institusi birokrasi perekonomian dan keuangan. Ketiganya juga sama-sama melayani di lingkungan Gerejawi dan lembaga keumatan.
Mas Rahmat Waluyanto (Rahmat) adalah salah seorang di antara ketiganya yang relatif berlanjut dan melanjutkan “Pelayanan dan Pengabdian) di bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Mas Rahmat “dilahirkan, dikaderkan, dibesarkan” dari Yogyakarta (“Bulaksumur dan Samirono Baru”). Bulaksumur adalah merujuk pada kampus UGM ; dan Samirono Baru merujuk pada Wisma Immanuel yang merupakan Student Centre (SC) atau Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) sebagai Sekretariat GMKI Cabang Yogya. Penulis sering bertemu, berdialog, dan berdiskusi dengan ketiga Senior tersebut secara bersama dan juga terpisah, ketika dan setelah Penulis melayani sebagai fungsionaris BPC GMKI Yogya dan PP GMKI maupun ketika Penulis mengabdi di bidang profesi lainnya. Penulis senantiasa bahkan lebih sering bersama (bertemu dan berdiskusi) dengan Mas Rahmat bahkan sampai di akhir-akhir penghujung kehidupan Mas Rahmat sebelum Wafat Dipanggil Tuhan kembali ke Surga.
Mas Rahmat dalam sebuah kesempatam saat masih studi kuliah menyelesaikan studi S3 (Doktor/Ph.D) di Birmingham, Inggris, mengambil cuti tugas dan riset di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia. Penulisa menjemput Mas Rahmat di Mess milik Kemenkeu di Kebayoran Baru, Jaksel. Kemudian menemani dan mendampingi untuk berkenan dan bersedia datang mengunjungi Sekretaria PP GMKI di Jl. Salemba Raya No. 10 Flat 21. Mas Rahmat juga berkenan dan bersedia berbagi informasi, pengalaman, dan pemikiran dalam kegiatan Sidang Pleno (SP) PP GMKI saat itu (Studi Meeting) di Ruang Sidang PGI.
Penulis saat itu sedang melayani sebagai Ketua PP GMKI (bidang Aksi dan Pelayanan). Ada sejumlah kawan-kawan Pengurus Harian PP saat Masa Bakti Pelayanan tersebut selain saya, antara lain : Imanuel E. Blegur, Santosa Pasaribu, Nicolas Marani (kini Alm.), Rekson Silaban, Audy W.M.R. Wuisang, Daniel Yusmic Pancastaki Fo’Ekh, Jerry Rompas (kini Alm.), Febry Calvin Tetelepta, Ruth Mei Nila, Selly Natalia D. Jacobs, Pontas Simamora, Rambu Ana Djawa, dan para Koordinator Wilayah (Korwil) seluruh Indonesia. Penulis menjemput dan mengantar kembali Mas Rahmat ke Mess Kemenkeu RI.
Penulis sudah berkomunikasi, bertemu, berdialog, dan berdiskusi beberapa kali bersama Mas Rahmat sebelum kegiatan tersebut di atas. Tentu semakin sering setelah itu dalam berbagsi pertemuan, tugas, dan kegiatan. Prototipe Mas Rahmat tergolong sederhana, tenang, teduh, sejuk, sederhana, hati-hati, teliti, setia, tegak lurus, bergaul, familiar, pintar, cerdas, arif, bijak. Mas Rahmat lebih berkenan dan sering mengemukakan informasi dan pemikiran secara langsung meski terbatas dan tertutup dengan pihak dan kawan-kawan dekat.
Tema umum dan utama yang menjadi pergumulan, pergulatan, perenungan, pemikiran, perhatian Mas Rahmat terdiri atas sejumlah issue. Pada dasarnya berintikan pada Nasionalisme (antara lain : Pancasila, Kebangsaan, Kemajemukan/Bhinneka Tunggal Ika, hak-hak, peran, tugas, tanggungjawab Konstitusional warga negara dan masyarakat, keadilan, demokrasi, toleransi, moderasi, dan lain-lain). Tema tersebut masih memiliki turunan jabaran lanjutan ke sejumlah sub tema issue lagi sebagai agenda pemikiran dan perhatian.
Kemudian berintikan pada Oikumenisme (antara lain : pembinaan SDM warga Gereja, pengembangan dan penguatan kapasitas Kegerejaan (Gereja) dan Sumber Daya, Gereja, Masyarakat, Bangsa, dan Negara, Lembaga-Lembaga Keumatan dan Organisasi-Organisasi Pelayanan Gerejawi, Pendidikan, Ekonomi dan UMKM, Sosial Umat dan Gereja, kaderisasi dan peningkatan dan perluasan kualitas dan kapasitas SDM dan keorganisasian/kelembagaan, dan lain-lain). Demikian juga mengenai Tema tersebut masih memiliki turunan jabaran lanjutan ke sejumlah sub tema issue lagi sebagai agenda pemikiran dan perhatian.
Perspektif Tema tersebut senantiasa menjadi “medan perjuangan dan pertempuran” Mas Rahmat. Konstruksi, substansi, dan narasi Tema tersebut pada dasarnya merupakan kandungan panggilan nurani dan materi kesadaran kritis Mas Rahmat. Khususnya dalam keseluruhan atmosfir dan ekosistem Pelayanan dan Pengabdian di setiap dan di semua unit profesi dan satuan kerja kelembagaan yang diikuti. Sehingga Mas Rahmat saban hari dan tidak jarang menyediakan diri (hati, pikiran, waktu, tempat, tenaga, bantuan, dan lain-lain) untuk berinisiatif dan terlibat menggumuli, mengatasi, dan menuntasi sejumlah perihal.
Makanya Mas Rahmat sejak dahulu dari awal, selama dan sepanjang bertugas mengabdi dan menjabat di Pemerintahan dan Kenegaraan, sampai penghujung di akhir hayat, selalu “hadir dan tampil”. Hadir dan tampil, baik dengan “tertutup dan terbuka” secara profesional dan proporsional dalam urusan-urusan “hajat hidup orang banyak” dan Indonesia. Perjuangan dan pertempuran Mas Rahmat hadir dan tampil, baik sebelum, selama, maupun setelah di Kemenkeu RI dan OJK-RI. Mas Rahmat dan Penulis sering dan selalu berkomunikasi, bertemu, dan berdiskusi untuk saling berbagi informasi, pemikiran, dan strategi, aksi kegiatan yang bersifat konstruktif, solutif, produktif, dan efektif.
Ada sejumlah dinamika dan dialektika ketika Mas Rahmat memilih dan memutuskan untuk melanjutkan Pengabdian Kenegaraan di kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia (OJK-RI) sebagai Komisioner. Penulis dan sebagian Senior terlibat dalam proses dinamika dan dialektika perjuangan tersebut. Kelembagaan OJK-RI saat itu, baru terbentuk dan berdiri sehingga masih harus dilengkapi dan dikuati dengan berbagai perihal. Mengenai Struktur Organisasi dan Kelembagaan ; Sumber Daya Manusia dan Personalia ; Anggaran, Sumber Daya dan Sarana – Prasarana ; Regulasi dan Kebijakan ; Hubungan antar Kelembagaan dan Kemasyarakatan : Kepemimpinan, dan lain-lain.
Mas Rahmat terpanggil untuk memperkuat OJK-RI dari sisi formasi kepemimpinan (menjadi Komisioner OJK-RI). Sebelum Mas Rahmat terpilih dan diangkat menjadi Pimpinan (Wakil Ketua Dewan Komisionet OJK-RI), ada berbagai dan beragam pertemuan formal, nonformal, informal. Juga ada sejumlah dan beraneka kegiatan persiapan penting, strategis, berpengaruh, dan menentukan. Ada tahapan dan “ruang” Eksekutif (Pemerintah Nasional/Kepresidenan) ; Panitia Seleksi (Pansel) atau Timsel ; tahapan dan “ruang” Legislatif (Parlemen Nasional/DPR-RI). Personalitas Mas Rahmat sangat berpotensi dan kondusif untuk mengikuti tahapan dan memasuki “ruang” tersebut.
Ketika OJK-RI sekarang ini semakin menjadi konsolidatif dan implementatif, pada dasarnya tidak terlepas dari kualitas kepemimpinan dan profesionalitas kinerja Mas Rahmat sebagai unsur Pimpinan OJK-RI. Mas Rahmat bersama unsur Pimpinan (Dewan Komisioner) serta jajaran OJK-RI secara Bergotongroyong meletakkan dan menggerakkan dasar-dasar pembangunan dan pertumbuhan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan dan sumber daya ; serta pengembangan dan penguatan kualitas dan integritas SDM (pimpinan, staf, dan pegawai).
Mas Rahmat ke “Salemba Raya dan Lapangan Banteng Jakarta dengan segenap referensi, modal, potensi dengan keluasan, kedalaman, kematangan pengalaman pergerakan dan pelayanan kaderisasi dari Bulaksumur dan Samirono Baru Yogyakarta”. Salemba Raya merujuk pada SC atau Sekretariat PP GMKI dan sejumlah Lembaga Keumatan sebagai “Pusat” Kegiatan Organisasi-Organisasi. Lapangan Banteng merujuk pada gedung perkantoran Kementerian Keuangan RI dan OJK-RI. Ekosistem dan atmosfir “Keindonesiaan” Mas Rahmat sungguh sangat “Indonesiawi”. Sehingga Mas Rahmat “berangkat” dari Yogyakarta ke Jakarta untuk Melayani, Membangun, dan Memajukan Indonesia.
Kini Mas Rahmat sudah “Meninggalkan” kita semua dan alam raya semesta, “Meninggalkan dengan segala dan dengan segenap Nilai-Nilai kebaikan, keberhasilan, kemajuan. Kita semua dan alam raya semesta “Kehilangan” atas “Kepergian” Mas Rahmat, tetapi kita semua dan alam raya semesta tidak “Kehilangan” keteladanan, keadaban, dan kebajikan Mas Rahmat. Selamat Jalan Senior : Mas Rahmat Waluyanto – yang baik budi dan berbudi baik. Rest In Peace. Amin.
“UT OMNES UNUM SINT”
#OPINI























