PALANGKA RAYA – Investasi perkebunan sawit di empat desa di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah—Desa Parang Batang, Paring Raya, Sembuluh I, dan Sembuluh II telah menyebabkan perubahan sosial yang signifikan. Menurut survei yang dilakukan Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) pada Oktober-November 2024, masyarakat yang sebelumnya mengandalkan pertanian tradisional dan perdagangan kini semakin terhimpit akibat kehilangan akses terhadap lahan, hutan, dan danau.
Dominasi perkebunan sawit yang menguasai ribuan hektare tanah membuat masyarakat terpaksa beralih menjadi buruh perkebunan dengan penghasilan rendah sekitar Rp 80.000 per hari, yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, banyak yang kehilangan keterampilan bertani dan bergantung sepenuhnya pada pekerjaan di perusahaan sawit.
“Perubahan besar akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit di Kalimantan Tengah telah menyebabkan masyarakat kehilangan kontrol atas tanah mereka, beralih menjadi penerima plasma atau buruh dengan keterampilan mengelola lahan yang semakin hilang, sementara kemitraan koperasi dengan perusahaan sawit tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengelola lahan atau mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk ketahanan ekonomi jangka panjang, mengakibatkan ketergantungan pada perusahaan dan memperburuk ketimpangan sosial serta keberlanjutan ekonomi masyarakat,” kata Djayu Sukma Ifantara, Project Officer YMKL untuk Kalimantan. (31/1/2025)
Djayu menambahkan, adanya larangan pembakaran lahan dan peraturan yang membatasi pengelolaan tanah tradisional semakin memperlemah hubungan masyarakat dengan tanah mereka, memutuskan otonomi mereka dalam bertani, dan meningkatkan ketergantungan pada sistem ekonomi uang, sementara peraturan yang ada tidak memberikan kejelasan hak bagi masyarakat dalam mengelola lahan mereka.
Saat ini, sekitar 41-71% lahan di desa-desa tersebut telah dikuasai oleh 14 perusahaan sawit, yang membatasi kesempatan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri. Meskipun terdapat skema plasma, masyarakat tidak memiliki kontrol penuh atas lahan tersebut dan khawatir kehilangan akses ke lahan akibat perubahan kebijakan.
Secara keseluruhan, meskipun perkebunan sawit menawarkan peluang ekonomi, banyak masyarakat yang terperangkap dalam ketergantungan ekonomi pada perusahaan besar, yang menyebabkan ketimpangan sosial dan penurunan keberlanjutan ekonomi jangka panjang.
Ikuti Kaltengbicara.com di Google News untuk dapatkan informasi lainnya.