KALTENGBICARA.COM – SAMPIT. Hilangnya program aspirasi wakil rakyat tentunya bukan hal yang biasa, Anggota DPRD Kotim seharusnya bisa memanggil eksekutif dalam hal ini tim anggaran untuk melakukan rasionalisasi anggaran. Sebab, ini terjadi dikarenakan kondisi keuangan daerah yang masih belum stabil.
“Saya sudah sarankan kepada anggota Fraksi Demokrat untuk menyikapinya. Salah satunya harus ada rapat antara DPRD dan Pemkab. Jalan alternative untuk persoalan keuangan daerah saat ini adalah rasionalisasi anggaran. Memang persoalan ini awalnya karena anggaran kita yang setiap tahun harus menutup hutang kegiatan tahun anggaran sebelumnya,” kata Jhon Krisli mantan Ketua DPRD Kotim, (20/7).
Menurutnya saat ini persoalan anggaran daerah ini sedang tidak sehat. Berawal dari penyusunan APBD Kotim yang tidak proporsional. Misalkan, target di pendapatan dipatok tinggi, namun pada realisasinya jauh dari target sementara belanja tinggi akibatnya banyak program yang tidak bisa dibiayai lagi. Rendahnya upaya dari eksekutif untuk memproyeksikan pendapatan baik itu dari DAU hingga PAD akan berdampak kepada pelaksanaan rodak pembangunan. Selain itu juga akibat dari hutang masa lalu, pasalnya selalu terbebani oleh hutang anggaran tahun sebelumnya untuk tahun ini saja masih terbebani hutang warisan yakni Rp76 milit.
Selain itu juga adanya penurunan dari transfer dana alokasi. Rasionalisasi ini pilihan utama untuk membebaskan tahun anggaran berikutnya dari jeratan hutang, karena besar kemungkinan jika tahun ini akan banyak program tidak bisa terbayarkan seperti tahun sebelumnya lagi, rasionalisasi ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja kembali.
“Ketika saya terakhir di DPRD besaran DAU sekitar Rp 961 miliar sekarang Rp 761 miliar artinya kehilangan Rp200 miliar. Ini yang mestinya dikejar kenapa bisa DAU menurun padahal itu adalah andalan untuk membiayai program pemerintah daerah,” katanya.
Tidak salah, kata dia Bupati melakukan evaluasi terhadap pejabat dijajaranya karena tidak mampu memgejar pendapatan itu khususnya di PAD dan di DAU di Kementrian Keuangan tersebut. Seperti halnya PAD 2023 ditarget Rp 406 miliar lebih terealisasi masih Rp 97 miliar.
Dia memperkirakan APBD tahun ini tidak jauh dari kondisi APBD 2022.Artinya teralisasi sedikit sementara program yang dibiayai ini sangat banyak keluar masuk uang di kas daerah ini jadi tidak seimbang.Akibat dari semua ini maka muncul istilah pembintangan program di SOPD. Biasanya ini tidak luput juga program milik wakil rakyat untuk konstituen dimasing-masing dapilnya.
Jadi APBD kita ini ada angkanya tapi tidak ada uangnya, “kata Jhon Krisli yang juga saat ini menjabat sebagai ketua DPC Partai Demokrat Kotim
Untuk kondisi terkini, kata dia tidak lain adalah pemerintah daerah harus memutar otak mencari sumber pendapatan lain termasuk disitu adalah PAD. Ada sector potensial yang masih bisa digarap melalui BUMD yakni pabrik kelapa sawit disitu pemerintah bisa saja bekerjasama dengan swasta dengan kepemilikan samam minimal 51 persen.
“Saya kira ini solusinya selain untuk petani juga untuk memperkuat keuangan daerah kita dari hasil BUMD tersebut,” katanya. //
(KBC/003).