KaltengBicara.com – Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengatakan evaluasi sistem pemilu legislatif merupakan hal yang lazim dan penting dalam rangka untuk memperbaiki kekurangan yang kerap dijumpai saat pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan.
Oleh karena itu Pengurus Pusat GMKI melalui Sekfung Bidang Masyarakat, Fedirman Laia mengatakan sistem pemilu tidak boleh hanya dilakukan pada perspektif praktis, pragmatis belaka, tetapi apakah dalam pelaksanaannya telah dilakukan dengan memperhatikan demokrasi Pancasila.
“Salah satu cara menciptakan Demokrasi Pancasila adalah peserta pemilu harus taat azas dan konstitusi. Sebab semua kesadaran akan hal-hal substansial bisa terbangun dengan sendirinya”, tambahnya Jumat, (24/02/2023).
Senada dengan itu, Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menyampaikan bahwa evaluasi terhadap sistem pemilu perlu dilakukan, namun harus secara menyeluruh.
“Evaluasi perlu dilakukan, bukan soal pemilu terbuka atau pemilu tertutup saja, namun harus secara menyeluruh,” kata Titi.
Terkait permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai proporsional tertutup dan terbuka, Titi berharap MK dapat memutus dengan bijak, misalnya, pada putusan mengenai Pemilu Serentak.
“MK secara bijak memberikan rambu-rambu tidak hanya serentak saja tapi memberikan fleksibilitas,” ujarnya.
Tak jauh berbeda dengan Titi maupun Kepala BPHN dan PP GMKI, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengatakan evaluasi sistem pemilu dibutuhkan, dan perlu untuk melembagakan sistem politik di Indonesia. Menurutnya, modernisasi peradaban harus memisahkan urusan privat dan urusan publik.
“Evaluasi sistem pemilu dibutuhkan dan perlu untuk melembagakan sistem politik di Indonesia. Serta harus memisahkan urusan private dan publik di era modernisasi peradaban ini,” Demikian Jimly Asshiddiqie. ///
(San).