KaltengBicara.com – Samarinda. Komunitas adat Sempeket Benuaq Dingin Tementekng Kecamatan Muara Lawa Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur pada tanggal 2 Februari 2023, menutut, menghentikan dan menutup aktivitas Perusahaan PT. Energi Batu Hitam(EBH) telah melakukan penggusuran ladang milik masyarakat adat sejak lama tampa ganti rugi, PT. EBH mendirikan gudang bahan peledak batu-bara di sekitar ladang masyarakat adat. Kemudian dilanjutkan dengan aksi demonstrasi di depan kantor EBH, Sabtu (4/2/2023) yang lalu.
Aksi penutupan dan demonstrasi itu dipimpin dua perempuan kakak beradik asal kampung Dingin, yakni Priska Misen dan Erika Siluq karena ada pengerusakan tanam tumbuh di lokasi ladang akibat aktivitas tambang batu bara.
“Hal ini kami lakukan dikarenakan kegiatan PT.Energi Batu Hitam sudah merusak ladang serta tanam tumbuh yang ada di dalamnya. Merusak aliran sungai yang mengalir kearah Sungai Dingin,” jelas Priska.
Alasan lainnya mereka merasa terancam dengan keberadaan gudang bahan peledak yang terlalu dekat dengan ladang.
“Gudang bahan peledak sangat dekat dengan ladang kami, itu akan sangat berbahaya dan mengancam keamanan kami saat kami berada di ladang,” lanjut Priska.
Dalam aksi demonstrasi aparat kepolisian dalam pengamanannya telah melakukan tindakan refresif dan itu telah diakui oleh Kapolres Kutai Barat (Kubar) AKBP Heri Rusyaman kepada awak media, hal itu terjadi saat anggotanya melakukan pembongkaran paksa tenda warga di lahan tambang pada Kamis (16/2/2023) yang lalu.
Justice Peace and Integration of Creation (JPIC) SVD Distrik Kaltim turut menyayangkan dan prihatin dugaan aksi maupun tindakan represif ataupun dugaan upaya kriminalisasi yang dilakukan pihak penegak hukum kepada kelompok masyarakat adat Dayak Kampung Dingin – kubar yg sedang berusaha dan memperjuangkan hak-hak mereka atas lahan mereka. Maupun lahan mereka yg diduga dirusak oleh pihak korporasi tambang. Pastor Heri Sihotang menyampaikan keprihatinannya dengan sikap refresif aparat yang mengawal aksi tersebut.
“kami turut menyayangkan dan prihatin dugaan aksi maupun tindakan represif ataupun dugaan upaya kriminalisasi yang dilakukan pihak penegak hukum kepada kelompok masyarakat adat Dayak Kampung Dingin – kubar yg sedang berusaha dan memperjuangkan hak-hak mereka atas lahan mereka. Maupun lahan mereka yg diduga dirusak oleh pihak korporasi tambang”. Ucap Romo Heri Sihotang.
Kemudian lanjutnya, kisah dan peristiwa ini menjadi kisah lama yg terulang kembali dan dirasakan kembali masyarakat adat Dayak dengan alur cerita baru. Masyarakat adat Dayak selalu “dilemahkan” secara sistemik dengan tindakan-tindakan yg “tidak fair”. Alih-alih mau mencari solusi dan akar persoalan, masyarakat adat Dayak sering ditakut-takuti dengan pasal-pasal pembuka pintu jeruji sebagai upaya dugaan pelemahan dan pembungkaman. Kehadiran pihak penegak hukum yang seharusnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, justru patut diduga sering kali menjadi entitas yang beringas dan alat pemuas keserakahan penguasa.
“Kisah dan peristiwa ini menjadi kisah lama yg terulang kembali dan dirasakan kembali masyarakat adat Dayak dengan alur cerita baru. Masyarakat adat Dayak selalu “dilemahkan” secara sistemik dengan tindakan-tindakan yg “tidak fair”. Alih-alih mau mencari solusi dan akar persoalan, masyarakat adat Dayak sering ditakut-takuti dengan pasal-pasal pembuka pintu jeruji sebagai upaya dugaan pelemahan dan pembungkaman. Kehadiran pihak penegak hukum yang seharusnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, justru patut diduga sering kali menjadi entitas yang beringas dan alat pemuas keserakahan penguasa.” tutupnya melalui pesan whatsapp kepada wartawan kaltengbicara.com pada Rabu malam, (22/02/2023)///
(Jho).