PALANGKA RAYA, KBC – Bencana Ekologis Banjir yang mengawali tahun 2024 ini harusnya dapat menjadi refleksi besar bagi Pemerintah terhadap tata kelola lingkungan yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah. Hal ini dibuktikan dengan adanya bencana ekologis Banjir di beberapa kabupaten yang ada di Kalimantan Tengah dalam kurun waktu beberapa hari sampai mingguan per awal tahun 2024.
Berdasarkan informasi yang telah dihimpun oleh WALHI Kalimantan Tengah, setidaknya ada 9 kabupaten yang terdampak banjir seperti kabupaten Murung Raya, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Kapuas, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, Lamandau, dan Sukamara.
Berdasarkan Laporan Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kalimantan Tengah awal tahun 2024, tercatat kejadian Banjir di Kabupaten Barito Selatan terjadi di 1 Kecamatan dengan 7 Desa terdampak, Kabupaten Murung Raya terjadi di 4 Kecamatan dengan 5 Desa terdampak, Kabupaten Sukamara terjadi di 3 kecamatan dengan 10 desa terdampak, dan Kabupaten Lamandau terjadi di 3 desa. Sebanyak 572 rumah dan bangunan lain terendam Banjir dan sebanyak 1.935 jiwa terdampak kejadian Banjir di Kalimantan Tengah.
Tidak hanya fasilitas umum dan fasilitas khusus yang terdampak Banjir, area pertanian dan perumahan juga terdampak. Ada beberapa rumah warga mengalami kerusakan fisik khususnya yang berada di sekitaran bantaran sungai, yang diakibatkan longsor yang merupakan dampak dari kenaikan debit air seperti yang terjadi di Kabupaten Barito Timur.
Tidak hanya itu, Beberapa Kabupaten di Kalimantan Tengah yang berada di bagian hilir juga harus waspada terhadap potensi terjadinya Banjir. Sebab menurut Prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kelas 1 Tjilik Riwut Palangka Raya, intensitas curah hujan di Kalimantan Tengah masuk ke dalam kategori sangat tinggi.
Menyikapi hal tersebut, Bayu Herinata—Direktur WALHI Kalimantan Tengah memberikan respon keras kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah terkait kejadian Bencana Banjir yang berulang kali terjadi pada waktu yang sama dengan wilayah kabupaten/kota yang terdampak Banjir yang sama dan terjadi di sepanjang tahun 2019 sampai awal tahun 2024. Namun, sampai saat ini masih belum adanya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sebagai upaya pencegahan dan mitigasi bencana.
“Hal ini tentunya sangatlah disayangkan. Kejadian Banjir terus berulang kali terjadi di waktu dan lokasi kabupaten yang sama pada setiap tahunnya, namun sampai saat ini masih belum ada kebijakan serius dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam upaya pencegahan dan mitigasi bencana khususnya Banjir. Pemerintah harusnya belajar dari kejadian-kejadian tahun sebelumnya. Dalam konteks Bencana, perlu diperkuatnya mitigasi yang bukan hanya sekedar penyediaan anggaran tanggap bencana dengan membagikan sembako kepada warga yang terdampak, melainkan perlu terbentuknya kebijakan tata Kelola lingkungan hidup khususnya mengenai tata Kelola Hutan dan Lahan yang baik, yang dapat dijadikan landasan utama dalam upaya pencegahan bencana. Sebab, seperti yang telah kita ketahui alih fungsi hutan dan lahan menjadi faktor utama penyebab terjadinya Banjir yang terus berulang dan semakin meluas,” tegas Bayu.
Bayu juga menambahkan pada pernyataannya, “Hujan yang turun saat ini menjadi pertanda buruk bahwa banjir akan segera datang, terlebih pada warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai. Bahkan di beberapa Kabupaten diketahui sudah terendam Banjir. Hal ini sejalan dengan hasil pemantauan WALHI Kalteng bahwa di beberapa kabupaten yang terdampak Banjir tersebut terdapat kerusakan lingkungan yang cukup parah. Imbas dari rusaknya beberapa area serapan yang disebabkan pembukaan lahan berskala besar serta adanya aktivitas yang mengakibatkan sungai mengalami pendangkalan inilah mengakibatkan air yang tidak terserap menjadi meluap. Faktor penyebab utama inilah yang seharusnya tidak boleh luput dari perhatian pemerintah.” tambahnya.
Banjir terjadi pada awal tahun 2024 di dua Kabupaten yang berada dalam satu Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu Kabupaten Barito Selatan dan Murung Raya. Hal ini sejalan dengan hasil analisis spasial yang dilakukan oleh WALHI Kalimantan Tengah, menggunakan data tutupan lahan tahun 2022. Diketahui bahwa adanya tutupan lahan Perkebunan seluas 121.555 Hektar, Pertambangan seluas 23.045 Hektar, dan Hutan Tanaman seluas 53.834 Hektar pada DAS Barito. Bencana yang serupa juga terjadi di Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat. Berdasarkan analisis spasial, diketahui bahwa adanya tutupan lahan, Hutan Tanaman seluas 94.966 Hektar, Perkebunan seluas 342.180 Hektar, Pertambangan 5.846 Hektar pada DAS Kotawaringin.
Tidak hanya itu, DAS Mentaya terjadi Banjir juga di Kabupaten Kotawaringin Timur. Berdasarkan analisis spasial, diketahui bahwa adanya alih fungsi tutupan lahan untuk aktivitas Hutan Tanaman 187 hektar, Perkebunan seluas 657.180 Hektar dan Pertambangan seluas 20.316 Hektar. Kemudian, pada DAS Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat, diketahui bahwa adanya tutupan lahan Perkebunan seluas 103.058 Hektar dan Pertambangan 1.776 Hektar. Hal ini menunjukan bahwa pada area diatas mengalami Tingkat deforestasi yang cukup tinggi.
Perubahan tutupan lahan karna deforestasi sejak tahun 2019 hingga 2022 menjadi pemicu besar yang memperparah Bencana Ekologis yang ada di Kalimantan Tengah. Sepanjang tahun 2019 sampai 2022 terjadi peningkatan perubahan tutupan lahan Perkebunan sebesar 123.765 hektar dan perubahan tutupan lahan Pertambangan meningkat sebesar 40.691 hektar serta perubahan tutupan lahan Hutan Tanaman meningkat sebesar 12.649 hektar. Selain itu, berdasarkan hasil Analisis Spasial WALHI Kalimantan Tengah, terdapat sebaran tutupan lahan berupa Perkebunan dan Pertambangan pada kawasan lindung yang memiliki fungsi sebagai penyangga untuk mengatur tata air dan berfungsi sebagai mencegah Banjir seluas 27.675 Hektar.
Selaras dengan apa yang disampaikan oleh Bayu, Janang Firman Palanungkai selaku Manager Advokasi, Kampanye, dan Kajian WALHI Kalimantan Tengah juga menegaskan bahwa terkait bencana yang berulang sudah seharusnya menjadi perhatian khusus pemerintah. Terutama dalam hal mitigasi bencana dan adanya upaya pemenuhan hak sosial para korban yang sudah menjadi keharusan pemerintah seperti yang diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
“Awal tahun 2024 ini sudah seharusnya bisa menjadi momen yang menggairahkan bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk segera berbenah dalam hal tata kelola lingkungan. Sesegera mungkin untuk melaksanakan mitigasi bencana, apalagi banjir sudah berulang terjadi di Kalimantan Tengah. Bencana yang berulang kali terjadi juga pada lokasi yang sama setiap tahunnya, dimana area tersebut merupakan daerah rawan karena kondisi wilayah dengan perubahan tutupan lahan cukup besar. Pemerintah juga harus tegas dalam mengambil tindakan dengan segera melaksanakan audit lingkungan di Kalimantan Tengah sebagai bentuk mitigasi jangka panjang, tanpa menunggu bencana datang dulu. Karna bencana yang terjadi banyak hanya dijadikan sebagai momen untuk bagi-bagi sembako saja,” Tambah Janang. // (KBC/006)