KaltengBicara.com – Sampit. Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Rimbun mengakui realisasi kewajiban plasma 20 persen di daerah itu masih sulit dilakukan. Salah satunya karena adanya pemahaman yang berbeda menganai kewajiban plasma itu sendiri.
“Saya juga melihat kenapa plasma 20 persen yang seharusnya menjadi kewajiban itu sulit dilakukan karena ada yang tidak sepaham dengan kewajiban itu sendiri,” katanya.
Rimbun menyebutkan plasma sejatinya adalah kewajiban yang harus dipenuhi dan menjadi perintah undang-undang. Tapi sayangnya itu tidak dilaksanakan dari keseluruhan perusahaan perkebunan yang ada diwilayah itu hanya sedikit yang patuh terhadap kewajiban plasma 20 persen.
“Kenapa posisi masysrakat kita ini lemah karena memang pemerintah sebagai regulator tidak bisa menegakan peraturan terkait kewajiban itu. Padahal kita sering mendengar perusahaan yang tidak patuh akan ditindak..cuma sayangnya ini ditataran pelaksanaan masih belum ada penindakan, “sesal Politikus PDI Perjuangan itu pada minggu, 26 maret 2023.
Rimbun menyebutkan kendala masysrakat selalu banyak jika menuntut plasma 20 persen ini. Berbagai cara dilakukan hingga kepada aksi dilapangan tidak jarang juga aksi ini berujung kepada pidana.
“Saya dimanapun bertemu warga, tuntutan mereka selalu soal plasma 20 persen dan ini suatu saat akan jadi tuntutan masal bagaikan api dalam sekam yang berpotensi memantik konflik ditengah masyarakat dan mempengaruhi kondisi keamanan dan ketertiban,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah sebagai pembina dan fasilitator investasi bukan berati tidak bisa profesional. DPRD, kata dia terus mendorong agar pemerintah daerah untuk bersama masyarakat memperjuangkan plasma 20 persen.
“Kalau memang wajib dan harus ya jangan sampai kita abaikan hak-hak masyarakat justru kita pemerintah daerah yang mendorong bagaimana itu bisa terlaksana,” tandasnya. // (Rud).