JAKARTA – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi dan Sains-Teknologi (Kemendikti-Saintek), Stella Christie, mengungkapkan alasan mengapa tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawah kementeriannya tidak kunjung dicairkan sejak 2020 hingga 2024.
Persoalan tukin ini menjadi pemicu aksi demonstrasi serentak yang dilakukan oleh Aliansi Dosen ASN Kemendikti-Saintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) pada Senin, 3 Februari 2025.
Menurut Stella, terdapat dua poin utama yang perlu dipahami oleh publik terkait masalah ini.
Pertama, ia menyoroti bahwa pencairan tukin belum pernah dilakukan di kementerian sebelumnya, yaitu Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti), yang kini telah berganti menjadi Kemendikti-Saintek dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Stella menegaskan bahwa sejak hari pertama Kemendikti-Saintek berdiri di bawah kepemimpinan Menteri Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro, berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan pencairan tunjangan ini.
“Sejak awal berdirinya Kemendikti-Saintek, sudah banyak langkah yang diambil untuk merealisasikan tukin bagi dosen ASN,” ujar Stella dalam wawancara setelah mengisi workshop di Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Selasa, 4 Februari 2025.
Poin kedua, Stella menjelaskan bahwa pencairan tukin tidak bisa dilakukan hanya oleh Kemendikti-Saintek sendiri, melainkan memerlukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain. Ia menekankan bahwa proses ini harus memiliki landasan hukum yang jelas agar dapat terealisasi dengan baik.
“Kami tidak bisa mencairkan tukin ini sendirian. Ini membutuhkan kerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga lainnya agar sesuai dengan regulasi yang berlaku,” jelasnya.
Stella juga mengakui bahwa permasalahan ini cukup kompleks, tetapi pihaknya terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait demi mencari solusi yang adil dan sesuai dengan prinsip tunjangan kinerja.
Menanggapi ancaman mogok mengajar dari para dosen jika tukin tak kunjung dicairkan, Stella menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan bagian dari hak asasi mereka. Namun, ia mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama mencari solusi terbaik demi kemajuan pendidikan di Indonesia.
“Kami memahami aspirasi para dosen dan pada dasarnya kami mendukung kesejahteraan mereka. Namun, semua kebijakan harus berjalan sesuai hukum tata negara dan mempertimbangkan ketersediaan anggaran. Keadilan tidak hanya berlaku bagi dosen, tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutupnya. //