GUBERNUR
KBC BARSEL

GMKI Gelar Diskusi Publik: Bahas RUU Kesehatan

Bentuk kepedulian GMKI terhadap persoalan yg terjadi dalam dunia kesehatan

KALTENGBICARA.COM – JAKARTA. Pengurus pusat GMKI melakukan diskusi Publik terkait RUU Kesehatan dengan tema “Mencermati Urgensi RUU Keehatan Omnibus Law dan Dampaknya Pada Sistem Dunia Kesehatan”

Topik RUU Kesehatan omnibus law muncul September 2022, tidak pernah ada titik temu antara pemerintah dan DPR di satu sisi, serta organisasi profesi dan kesehatan di sisi lain Masing-masing menyampaikan aspirasi ke ruang publik, tanpa upaya mediasi untuk saling mendengarkan. Puncaknya adalah demonstrasi damai yang dilakukan 5 Organisasi Profesi.

WhatsApp Image 2025-02-22 at 19.50.37 (1)
WhatsApp Image 2025-02-22 at 19.50.37
WhatsApp Image 2025-02-22 at 19.56.26
WhatsApp Image 2025-02-22 at 23.33.16 (2)
WhatsApp Image 2025-02-22 at 23.33.16 (1)
WhatsApp Image 2025-02-22 at 23.33.16
#f1ad15(7)
previous arrow
next arrow

Omnibus law merupakan penyederhanaan sejumlah regulasi menjadi satu regulasi menyeluruh. Dengan harapan, urusan pemangku kepentingan (dalam hal ini kesehatan) menjadi lebih mudah: pasien, tenaga kesehatan, apotek, rumah sakit, hingga investor.

Di sisi lain, penyederhanaan juga berisiko menghilangkan pasal-pasal penting karena luasnya cakupan dan banyaknya aturan yang harus disinkronisasikan.Oleh karena itu, sejak pola omnibus diterapkan, kontroversi tidak pernah berhenti.

Terkait RUU Kesehatan, setidaknya 15 undang-undang profesi dan kesehatan akan digabung menjadi satu. Polemik terjadi terkait kewenangan organisasi profesi, terutama dalam hal izin praktik, kolegium pendidikan, konsil kedokteran, hingga isu investasi dan tenaga kesehatan asing.

Adapun alasan beberapa dokter, bidan, dan apoteker menolak RUU Kesehatan rupanya dilandasi kekhawatiran bahwa RUU Kesehatan justru akan melemahkan perlindungan dan kepastian hukum para dokter dan nakes. Setidaknya ada empat alasan organisasi profesi kesehatan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law.

RUU Kesehatan dinilai juga akan mencabut peran organisasi profesi dunia kesehatan, bila RUU Kesehatan disahkan, maka nakes hanya perlu menyertakan Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik dan bukti pemenuhan kompetensi. Tidak diperlukan lagi surat keterangan sehat dan rekomendasi organisasi profesi. Padahal rekomendasi organisasi profesi akan menunjukkan calon nakes yang akan praktik itu sehat dan tidak punya masalah etik dan moral sebelumnya.

Maka munculah ide diskusi ini karena kepedulian GMKI terhadap persoalan yg terjadi dalam dunia kesehatan. Terlebih lagi founding father GMKI yaitu Dr. Johanes Leimena adalah seorang dokter,Politisi dan pehlawan nasional indonesia juga tercatat sebagai menteri yang menjabat paling lama selama pemerintahan presiden seoharto, Leimana juga dikenal sebagai penggagas lahirnya puskesmas di indonesia, Alasan tersebutlah yang menjadi tanggung jawab moral GMKI hari ini untuk Peduli Terhadap dunia kesehatan. Khususnya dampak RUU kesehatan terhadap hak pelayanan kesehatan dan hak jaminan kesehatan.

Hadir secara online zoom pertama, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena, Ketum PB Ikatan Dokter Indonesia DR. Dr. Mohammad Adib Khumaidi, SpOT, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia Muhammad Joni, S.H., M.H. , Ketua Bidang Kesehatan PNPS GMKI Sekaligus Wakil Sekretaris Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI Pusat Dr. dr.Heber Bombang Sapan SpB. Subsp BD(K), FCSI, FMBS dan perserta sekitar 50 orang via zoom.

Sekretaris Umum GMKI Artinus Hulu memandang RUU ini Justru akan melemahkan pelindungan dan kepastian hukum para dokter dan nakes, Kemudian berpotensi menghilangkan Peran dan Wadah Organisasi Profesi Kesehatan yang selama ini sudah banyak membantu Pemerintah, terutama dalam menghadapi Covid-19, 700 tenaga kesehatan menjadi korban pada masa pandemi karena menjadi garda terdepan.

Keberadaan Organisasi Profesi kesehatan dll, merupakan produk reformasi yang dimana merupakan mitra Pemerintah sekaligus menjadi Civil Society dalam bidang terkait, di setiap kebijakan dan regulasi yang di ambil pemerintah serta DPR, minimnya keterlibatan serta masukan Wadah Organisasi Kesehatan terkait dalam penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law mengakibatkan penolakan Tenaga kesehatan atas RUU tersebut.

Sikap Pemerintah dalam RUU kesehatan selain adanya pasal yang tidak sesuai kepentingan Masyarakat dan merugikan Hak-Hak Tenaga Kesehatan, juga menghilangkan Peran Organisasi Profesi. Penghapusan banyak Wadah Organisasi di era ini akan menjadi catatan buruk setelah reformasi yang memberikan kebebasan dalam berorganisasi dan berserikat, bahkan lebih buruk dari Orde Baru yang hanya menerapkan Asas Tunggal.

RUU Kesehatan ini juga diduga adalah upaya demi memfasilitasi kepentingan pemodal yang berniat mengeruk keuntungan dari bisnis Kesehatan di Indonesia. Mulai dari jasa nakes, alkes, farmasi, dan lain-lain. Untuk mencapai tujuannya,

RUU Kesehatan ini juga akan menggoyangkan ketahanan Kesehatan dengan berupaya menghapus semua organisasi profesi yang terkait kesehatan. Jelas yang dirugikan adalah rakyat Indonesia dimana jika UU ini disahkan dan dijalankan maka perlindungan rakyat terhadap hak pelayanan kesehatan dan hak jaminan kesehatannya akan hilang. //

(KBC/001).

banner 325x300
pesona haka kalibata